Cari Blog Ini

31.1.16

[#1]Untitled…

                Aku masuk ke dalam pipa hijau yang terhubung dengan level lain. Monster aneh berbentuk jamur menghadangku. Aku melompat dan mendarat di atasnya sehingga monster itu gepeng lalu menghilang. Aku hanya harus melompat ke tiang bendera itu. Satu lompatan saja. Hap! Aku berhasil melompat dan bergelantungan pada bendera itu. Benderanya turun perlahan hingga sampai ke dasar. Pintu keluar terbuka. Dan aku dengan santainya berjalan melaluinya.
                Satu malam lagi terlewati tanpa game over. Aku mengarahkan pandanganku pada jam dinding yang terpampang di atas pintu kamarku. AAA jam tujuh! Aku terlambat sekolah! Aku bergegas mandi, menggosok gigi, memakai seragam, mengambil tas dan berangkat dengan mengendarai sepedaku satu-satunya.
                Namaku James. Seorang murid sebuah junior high school ternama di kotaku. Aku ditinggal sendirian di rumahku sendiri. Ibuku wafat 8 tahun lalu, ayahku sedang keluar negri untuk beberapa bulan. Aku bisa bertahan karena aku menemukan sebuah harta warisan di bawah lantai kayu kamar ayahku beberapa hari setelah kepergian ayahku. Aku tidak memiliki tetangga. Mereka semua telah pindah sejak lama. Suasana gang rumahku sangat sunyi dan sepi. Soal mimpiku, ya, aku sering bermimpi tentang game. Mulai dari yang jadul sampai yang masa depan.
                Sesampainya di sekolah, gerbang utama sekolah telah ditutup. Memang jika sudah diatas jam tujuh, gerbang sekolah akan ditutup. Namun itu bukan berarti aku tidak bisa masuk. Aku pun memutar balik dan menuju ke belakang sekolah. Terdapat pintu kecil yang bisa dimasuki sepedaku. Aku beruntung pintu itu tidak terkunci. Aku pun memarkir sepedaku lalu berlari sambil merunduk supaya tidak terlihat oleh guru yang berada di ruang guru. Aku menaiki tangga menuju lantai dua. Dan menunggu di perpustakaan hingga guruku yang mengajar saat itu keluar kelas dan turun ke ruang guru. Saat itulah aku masuk kelas.
                Aku pergi ke sekolah dengan satu tujuan, yaitu supaya aku tidak ditandai “tidak masuk” di buku absensi kelas. Setelah itu, pekerjaanku hanya bermain game. Guruku seperti tidak peduli padaku dan aku tidak memperdulikannya. Cara mengajarnya membuatku saaaaangaat bosan. Tidak jarang juga teman-temanku tertidur karena cara mengajarnya yang menurutku kurang professional. Nilai? Jangan tanya.
                Sepulang sekolah aku langsung tidur-tiduran. Aku membuka laptopku, menancapkan modemku dan membaca berita tentang peluncuran game baru. Ada yang baru saja dirilis beberapa menit lalu. Langsung saja aku unduh. Tidak lama kemudian, aku sudah menamatkan game itu, memahaminya, dan menemukan hal-hal tersembunyi dan cara curang yang langsung aku tulis dan publikasi di blog milikku.
                “Ah… hidup ini membosankan.” Aku menatap langit-langit kamarku. Lalu aku memejamkan mata dan membukanya kembali. Ada angin kencang dan suara pesawat tempur berlalu-lalang di atas rumahku. Lalu BOOM! Sebuah helikopter menghilangkan atap rumahku lalu sebuah rudal mengejarnya hingga kena. Kaki robot raksasa menghancurkan meja belajarku. Tiba-tiba aku berpakaian seperti tentara.
                “Oh tidak, kenapa mimpi lagi? Aku tertidur?” ujarku seraya bangun dari tempat tidur. Aku berjalan keluar rumah dan menemukan senjata-senjata modern seperti bambu runcing. Aku segera mengambilnya dan berlari mencari jalan keluar dari mimpi ini. Di dalam mimpi ini, rumahku yang awalnya berada di pinggir kota yang kumuh berubah menjadi padang pasir berbatu yang sangat luas. Aku tidak bisa melihat ujungnya. Makhluk aneh yang sepertinya berbahaya melompat tinggi ke arahku. Aku tidak boleh mati disini. Aku takut jika aku mati disini, aku akan mati di dunia nyata. Aku pun menusukkan bambu runcing ini dan lari. Tiba-tiba terdengar suara.
                “Prajurit, tugasmu adalah melindungi markas selama sehari penuh, lalu kalian harus cepat-cepat kembali ke markas.” Lalu terjadi gempa sementara. Sebuah bendungan raksasa muncul dari dalam tanah di ujung padang pasir.
                “Apa ini? Terrain generation?” sekarang aku bisa melihat ujungnya. Sebuah kota bergaya futuristic.
                Baiklah kalau begitu, mari kita selesaikan permainan ini! Aku melihat semua monster mengubah arahnya ke markas. Aku mengambil semua senjata yang aku temukan di arena. Aku menggunakannya untuk bertarung melawan monster-monster aneh yang terus spawn bersama NPC tentara lain. Seandainya aku bisa bermain dengan kawan-kawanku seperti ini. Satu hari dalam game telah berlalu. Aku masuk ke dalam markas dan mendapati adanya portal. Aku pun masuk ke dalamnya. Aku berada di sisi lain dari markas, di pinggir hutan. Oh, ini level selanjutnya.
                “Selamat prajutit, kamu berhasil menjalankan tugasmu dengan baik. Sekarang, kamu harus membersihkan area ini dari musuh. Semoga berhasil.”
                Baiklah, boleh juga. Aku menembak salah satu NPC yang menaiki kendaraan. Lalu aku mencuri kendaraannya. Sekarang aku tidak perlu berjalan lagi. Beberapa jam sudah. Aku belum menemui musuh satupun. Yang ada hanya NPC yang AI-nya tidak dapat menghindari sebuah pohon.
Tiba-tiba aku terbangun dari mimpiku. Itu berarti game sudah selesai. Tapi, aku terbangun pada tengah malam. Aku ingin tidur kembali. Tetapi tidak bisa. Aku memutuskan untuk mengerjakan pr. Tetapi aku tidak mendengarkan guru jadi aku tidak tahu apa tugas yang diberikan. Aku pun menelepon salah satu temanku untuk menanyakan tentang tugas. Beruntung temanku masih bangun, atau ia terbangun karena aku.
“Hoam… ada apa James?” kata David, teman sekelasku melalui telepon.
“Aku ingin menanyakan tugas yang diberikan guru kita.” Ujarku.
“Ah… merepotkan saja. tunggu sebentar, filenya ada pada komputerku. Akan kukirim melalui e-mail.” Katanya. Aku menunggu beberapa saat lalu…
“Sudah kukirim ke alamat e-mailmu. Cek e-mailbox. Nama filenya Untitled.inf” Ujarnya.
“Terima kasih.” Ujarku.
“Ngomong-ngomong aku juga belum mengerjakannya. Malas nih.” Katanya.
“Baiklah, mari kita kerjakan bersama. “ ajakku.
“Ayo, asal kamu kuat melek.” Jawabnya. Saat pertama menjalankan Untitled.inf, komputerku tiba-tiba error, layarnya retak, dan rumahku berguncang sementara. Lalu, komputerku normal kembali walau layarnya retak. Aku pun segera menelepon David.
“Apa kamu juga mengalami hal yang sama?” tanyaku.
“Ya, namun semua telah kembali normal. Bisakah kita mengerjakan atau aku akan tidur sebelum kamu berkedip.” Jawabnya.
Malam itu sampai fajar tiba, kami mengerjakan soal-soal hingga tuntas. Lalu kami tidur sebentar lalu bangun, sarapan, mandi, menyiapkan buku, menyetrika seragam, memompa roda sepeda, berangkat sekolah, menerobos lampu merah, menumpang pada truk, masuk sekolah lewat pagar belakang, menunggu di perpustakaan, masuk kelas, bermain game. Saat waktu istirahat, aku lebih memilih untuk tetap dikelas sambil melanjutkan game yang aku mainkan. Saat itu aku tidak sengaja mendengar gosip dari teman-temanku yang baru saja kembali dari kantin.
“Hei Audrey, kemarin saat aku membuka tugas dari guru, tiba-tiba komputerku rusak. Ada gempa pula. “ kata Jacob sambil mengunyah permen.
“Benarkah? Karena aku juga mengalami hal yang sama. “ kata Audrey.
“Aku juga mengalaminya!” sahut Kelly dengan lantang sambil membuka bungkus nasi goreng yang baru saja ia beli di kantin.
“Aku dan David juga mengalaminya!” sahutku seraya menghentikan game yang aku mainkan.
“Kamu kan jarang mengerjakan pr.” Kata Jesse. Ia merupaka bendahara kelas, walau menurutku ia tidak memiliki kemampuan dalam bidang itu.
“Halo, lagi bahas apa?” tanya Lucy, Jack, dan Bob. Mereka sahabat sejati. Mereka saling tolong menolong, termasuk dalam ulangan.
“kejadian-kejadian aneh saat membuka file tugas dari guru kita.” Jawabku.
“Maksudmu seperti gempa kecil? Karena aku juga mengalaminya.” Sahut Sarah.
“Ya.” Jawab kami.
“Kira-kira kenapa ini bisa terjadi?” tanyaku mengajak diskusi membuat mereka semua berpikir.
“Bagaimana kalau kita tanyakan langsung ke Mr.Robin, guru kita yang memberi tugas ini. Atau kita bisa bertanya langsung pada kepala sekolah.” Kata Jack mengutarakan pendapatnya.
“Baiklah anak-anak mari kita mulai pelajarannya.” Suara ini sontak membuat kami terkejut dan langsung duduk di tempat masing-masing. Aku menutupi wajahku dengan buku tulis kotak-kotak kosong. Itu suara guru perempuan.

“Maaf, hari ini dan seterusnya Mr.Robin tidak akan pernah bisa mengajar kalian selamanya. Jadi, aku yang menggantikannya.” Kami bengong. Apa kau bercanda? Selamanya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

just write!