Aku
masuk ke dalam pipa hijau yang terhubung dengan level lain. Monster aneh
berbentuk jamur menghadangku. Aku melompat dan mendarat di atasnya sehingga
monster itu gepeng lalu menghilang. Aku hanya harus melompat ke tiang bendera
itu. Satu lompatan saja. Hap! Aku berhasil melompat dan bergelantungan pada
bendera itu. Benderanya turun perlahan hingga sampai ke dasar. Pintu keluar
terbuka. Dan aku dengan santainya berjalan melaluinya.
Satu
malam lagi terlewati tanpa game over. Aku mengarahkan pandanganku pada jam
dinding yang terpampang di atas pintu kamarku. AAA jam tujuh! Aku terlambat
sekolah! Aku bergegas mandi, menggosok gigi, memakai seragam, mengambil tas dan
berangkat dengan mengendarai sepedaku satu-satunya.
Namaku
James. Seorang murid sebuah junior high school ternama di kotaku. Aku ditinggal
sendirian di rumahku sendiri. Ibuku wafat 8 tahun lalu, ayahku sedang keluar
negri untuk beberapa bulan. Aku bisa bertahan karena aku menemukan sebuah harta
warisan di bawah lantai kayu kamar ayahku beberapa hari setelah kepergian
ayahku. Aku tidak memiliki tetangga. Mereka semua telah pindah sejak lama. Suasana
gang rumahku sangat sunyi dan sepi. Soal mimpiku, ya, aku sering bermimpi
tentang game. Mulai dari yang jadul sampai yang masa depan.
Sesampainya
di sekolah, gerbang utama sekolah telah ditutup. Memang jika sudah diatas jam
tujuh, gerbang sekolah akan ditutup. Namun itu bukan berarti aku tidak bisa
masuk. Aku pun memutar balik dan menuju ke belakang sekolah. Terdapat pintu
kecil yang bisa dimasuki sepedaku. Aku beruntung pintu itu tidak terkunci. Aku
pun memarkir sepedaku lalu berlari sambil merunduk supaya tidak terlihat oleh
guru yang berada di ruang guru. Aku menaiki tangga menuju lantai dua. Dan
menunggu di perpustakaan hingga guruku yang mengajar saat itu keluar kelas dan
turun ke ruang guru. Saat itulah aku masuk kelas.
Aku
pergi ke sekolah dengan satu tujuan, yaitu supaya aku tidak ditandai “tidak
masuk” di buku absensi kelas. Setelah itu, pekerjaanku hanya bermain game.
Guruku seperti tidak peduli padaku dan aku tidak memperdulikannya. Cara mengajarnya
membuatku saaaaangaat bosan. Tidak jarang juga teman-temanku tertidur karena
cara mengajarnya yang menurutku kurang professional. Nilai? Jangan tanya.
Sepulang
sekolah aku langsung tidur-tiduran. Aku membuka laptopku, menancapkan modemku dan
membaca berita tentang peluncuran game baru. Ada yang baru saja dirilis
beberapa menit lalu. Langsung saja aku unduh. Tidak lama kemudian, aku sudah
menamatkan game itu, memahaminya, dan menemukan hal-hal tersembunyi dan cara
curang yang langsung aku tulis dan publikasi di blog milikku.
“Ah…
hidup ini membosankan.” Aku menatap langit-langit kamarku. Lalu aku memejamkan
mata dan membukanya kembali. Ada angin kencang dan suara pesawat tempur berlalu-lalang
di atas rumahku. Lalu BOOM! Sebuah helikopter menghilangkan atap rumahku lalu
sebuah rudal mengejarnya hingga kena. Kaki robot raksasa menghancurkan meja
belajarku. Tiba-tiba aku berpakaian seperti tentara.
“Oh
tidak, kenapa mimpi lagi? Aku tertidur?” ujarku seraya bangun dari tempat
tidur. Aku berjalan keluar rumah dan menemukan senjata-senjata modern seperti
bambu runcing. Aku segera mengambilnya dan berlari mencari jalan keluar dari
mimpi ini. Di dalam mimpi ini, rumahku yang awalnya berada di pinggir kota yang
kumuh berubah menjadi padang pasir berbatu yang sangat luas. Aku tidak bisa
melihat ujungnya. Makhluk aneh yang sepertinya berbahaya melompat tinggi ke
arahku. Aku tidak boleh mati disini. Aku takut jika aku mati disini, aku akan
mati di dunia nyata. Aku pun menusukkan bambu runcing ini dan lari. Tiba-tiba
terdengar suara.
“Prajurit,
tugasmu adalah melindungi markas selama sehari penuh, lalu kalian harus
cepat-cepat kembali ke markas.” Lalu terjadi gempa sementara. Sebuah bendungan
raksasa muncul dari dalam tanah di ujung padang pasir.
“Apa
ini? Terrain generation?” sekarang aku bisa melihat ujungnya. Sebuah kota
bergaya futuristic.
Baiklah
kalau begitu, mari kita selesaikan permainan ini! Aku melihat semua monster
mengubah arahnya ke markas. Aku mengambil semua senjata yang aku temukan di
arena. Aku menggunakannya untuk bertarung melawan monster-monster aneh yang
terus spawn bersama NPC tentara lain. Seandainya aku bisa bermain dengan
kawan-kawanku seperti ini. Satu hari dalam game telah berlalu. Aku masuk ke
dalam markas dan mendapati adanya portal. Aku pun masuk ke dalamnya. Aku berada
di sisi lain dari markas, di pinggir hutan. Oh, ini level selanjutnya.
“Selamat
prajutit, kamu berhasil menjalankan tugasmu dengan baik. Sekarang, kamu harus
membersihkan area ini dari musuh. Semoga berhasil.”
Baiklah,
boleh juga. Aku menembak salah satu NPC yang menaiki kendaraan. Lalu aku
mencuri kendaraannya. Sekarang aku tidak perlu berjalan lagi. Beberapa jam
sudah. Aku belum menemui musuh satupun. Yang ada hanya NPC yang AI-nya tidak
dapat menghindari sebuah pohon.
Tiba-tiba aku terbangun dari
mimpiku. Itu berarti game sudah selesai. Tapi, aku terbangun pada tengah malam.
Aku ingin tidur kembali. Tetapi tidak bisa. Aku memutuskan untuk mengerjakan
pr. Tetapi aku tidak mendengarkan guru jadi aku tidak tahu apa tugas yang
diberikan. Aku pun menelepon salah satu temanku untuk menanyakan tentang tugas.
Beruntung temanku masih bangun, atau ia terbangun karena aku.
“Hoam… ada apa James?” kata David,
teman sekelasku melalui telepon.
“Aku ingin menanyakan tugas yang
diberikan guru kita.” Ujarku.
“Ah… merepotkan saja. tunggu
sebentar, filenya ada pada komputerku. Akan kukirim melalui e-mail.” Katanya. Aku
menunggu beberapa saat lalu…
“Sudah kukirim ke alamat e-mailmu.
Cek e-mailbox. Nama filenya Untitled.inf” Ujarnya.
“Terima kasih.” Ujarku.
“Ngomong-ngomong aku juga belum
mengerjakannya. Malas nih.” Katanya.
“Baiklah, mari kita kerjakan
bersama. “ ajakku.
“Ayo, asal kamu kuat melek.” Jawabnya.
Saat pertama menjalankan Untitled.inf, komputerku tiba-tiba error, layarnya
retak, dan rumahku berguncang sementara. Lalu, komputerku normal kembali walau
layarnya retak. Aku pun segera menelepon David.
“Apa kamu juga mengalami hal yang
sama?” tanyaku.
“Ya, namun semua telah kembali
normal. Bisakah kita mengerjakan atau aku akan tidur sebelum kamu berkedip.” Jawabnya.
Malam itu sampai fajar tiba, kami
mengerjakan soal-soal hingga tuntas. Lalu kami tidur sebentar lalu bangun,
sarapan, mandi, menyiapkan buku, menyetrika seragam, memompa roda sepeda,
berangkat sekolah, menerobos lampu merah, menumpang pada truk, masuk sekolah
lewat pagar belakang, menunggu di perpustakaan, masuk kelas, bermain game. Saat
waktu istirahat, aku lebih memilih untuk tetap dikelas sambil melanjutkan game
yang aku mainkan. Saat itu aku tidak sengaja mendengar gosip dari teman-temanku
yang baru saja kembali dari kantin.
“Hei Audrey, kemarin saat aku
membuka tugas dari guru, tiba-tiba komputerku rusak. Ada gempa pula. “ kata
Jacob sambil mengunyah permen.
“Benarkah? Karena aku juga
mengalami hal yang sama. “ kata Audrey.
“Aku juga mengalaminya!” sahut
Kelly dengan lantang sambil membuka bungkus nasi goreng yang baru saja ia beli
di kantin.
“Aku dan David juga mengalaminya!”
sahutku seraya menghentikan game yang aku mainkan.
“Kamu kan jarang mengerjakan pr.” Kata
Jesse. Ia merupaka bendahara kelas, walau menurutku ia tidak memiliki kemampuan
dalam bidang itu.
“Halo, lagi bahas apa?” tanya Lucy,
Jack, dan Bob. Mereka sahabat sejati. Mereka saling tolong menolong, termasuk
dalam ulangan.
“kejadian-kejadian aneh saat
membuka file tugas dari guru kita.” Jawabku.
“Maksudmu seperti gempa kecil? Karena
aku juga mengalaminya.” Sahut Sarah.
“Ya.” Jawab kami.
“Kira-kira kenapa ini bisa terjadi?”
tanyaku mengajak diskusi membuat mereka semua berpikir.
“Bagaimana kalau kita tanyakan
langsung ke Mr.Robin, guru kita yang memberi tugas ini. Atau kita bisa bertanya
langsung pada kepala sekolah.” Kata Jack mengutarakan pendapatnya.
“Baiklah anak-anak mari kita mulai
pelajarannya.” Suara ini sontak membuat kami terkejut dan langsung duduk di
tempat masing-masing. Aku menutupi wajahku dengan buku tulis kotak-kotak
kosong. Itu suara guru perempuan.
“Maaf, hari ini dan seterusnya Mr.Robin
tidak akan pernah bisa mengajar kalian selamanya. Jadi, aku yang
menggantikannya.” Kami bengong. Apa kau bercanda? Selamanya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
just write!